Minggu, 18 Juni 2017

Etika Profesi Di Luar Negeri dan Indonesia

Assalamualaikum Bloggers!

Saya akan membahas Tentang Etika Profesi di Luar Negeri dengan di Indonesia.

7 point utama mengenai etika bekerja mereka. diantaranya :

1. Bagi orang Jerman, jam kerja artinya jam untuk bekerja. titik!
yang artinya dalam 35 jam perminggu atau 7 jam sehari benar-benar mereka gunakan untuk bekerja.

2. Kualitas jauh lebih penting dibandingkan kuantitas.
kualitas yang didapatkan merupakan hasil dari fokus kerja yang tinggi, efisiensi dan dedikasi tanpa kompromi di tempat kerja.

3. Para karyawan di Jerman jarang melakukan rapat dan pertemuan.
Kultur kerja di Jerman menitik beratkan pada kualitas, bekerja individu dan segera pulang setelah selesai bekerja

4. Tidak ada yang perlu dicemaskan bila mereka kehilangan pekerjaan.
Libur dan cuti mereka dimandatkan oleh negara, dan orang Jerman tidak terlalu cemas jika mereka ga punya pekerjaan. itu karena pemerintah selalu berusaha membahagiakan rakyatnya dengan layanan yang menguntungkan rakyatnya.

5. Masyarakat Jerman dimanjakan dengan jumlah hari libur yang banyak.
Total hari libur di Jerman (include 'cuti bersama' atau 'libur nasional' kalau di indonesia) bisa mencapai 6 minggu dalam setahun, wajar sih kalau dibandingkan dengan kualitas kerja mereka

6. Demi mengejar tujuan, orang Jerman lebih menyukai pola komunikasi langsung
Orang Jerman tetap bisa asuk tanpa banyak basa-basi. Bawahan tidak segan untuk menannyakan kenapa performa kerjanya dianggap menurun. Atasan mereka juga lebih suka menggunakan perintah langsung.

7. Orang Jerman memisahkan pekerjaan dari kehidupan pribadi dengan seimbang
Fokus mereka dicurahkan bagi pekerjaan begitu intens dan mereka begitu produktif saat di kantor, selesai ngantor mereka manfaatkan buat istirahat. karena umumnya orang Jerman benar-benar menghargai batasan kehidupan pribadi dan kehidupan profesionalnya.


Bersumber dari Artikel ini, saya dapat menyimpulkan bahwa ada 7 unit yang menjadi perwakilan untuk perbandingan profesi di Indonesia dengan di Luar Negeri, Sistem pekerjaan yang berasaskan kekeluargaan cukup memiliki dampak yang merugikan dan menguntungkan untuk pemilik perusahaan. kembali lagi kepada tujuan dari pemilik perusahaan tersebut.

Sabtu, 29 April 2017

Keterbatasan UU Telekomunikasi No. 36

Assalamualaikum Bloggers!
Saya akan membahas UU No.36 mengenai telekomunikasi. Undang-undang ini berisikan asas dan tujuan telekomunikasi, penyidikan, penyelenggaraan telekomunikasi, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Menurut undang-undang No. 36 Tahun 1999 mengenai Telekomunikasi pada pasal 38 yang berisikan “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”. Pada undang-undang ini lebih terfokus kepada gangguan yang bersifat infrastruktur dan proses transmisi data, bukan mengenai isi content informasi. Dengan munculnya undang-undang ini membuat terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi.
Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur penggunaan teknologi informasi, karena dalam undang-undang tersebut berarah kepada tujuan telekomunikasi dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam undang-undang ini juga tertera tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut.
Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dalam undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.

Senin, 20 Maret 2017

Property dalam Etika Profesionalisme TSI

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Asosiasi Rekaman Seluruh Indonesia (Asiri), Toto Widjojo, berpendapat, masalah pembajakan lagu secara digital merugikan industri musik hingga trilunan rupiah. Pasalnya, jumlah download dari situs ilegal terhitung mencapai 6 juta lagu per hari.
Melihat besarnya nilai kerugian tersebut dan juga terjadinya peralihan tren ke arah digital, Asiri pun melaporkan situs-situs pembajak ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan HAM.
Selanjutnya, tindak lanjutnya adalah tindakan pemblokiran 22 situs penyedia file musik atau lagu ilegal oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
"Soal kerugian, kami pernah survei bahwa per hari terjadi 6 juta download melalui situs ilegal. Katakanlah kalau harga satu lagu sekitar Rp 1.000, hitungannya sudah bisa mencapai kerugian Rp 6 miliar per hari," kata Toto saat ditemui di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, Senin (23/11/2015).
"Kalau dihitung setahun,  kerugian itu bisa mencapai Rp 2,16 triliun per tahun. Angka tersebut pun masih menggunakan perkiraan harga termurah, padahal kalau kita lihat di iTunes saja harga lagu berkisar antara Rp 3.000 sampai Rp 7.000 per lagu," ujarnya.
Toto mengatakan bahwa angka 6 juta download ilegal per hari itu merupakan data tahun 2013 lalu. Menurut dia, saat ini bisa saja angka fenomena tersebut membesar.
Sementara itu, di sisi lain, penjualan konten musik secara digital di Indonesia belum begitu laku. Dalam catatannya, penjualan konten musik yang laku baru dalam kategori ring back tone (RBT) saja, konten musik yang full track belum menunjukkan angka yang signifikan.
"Kalau penjualan digital, dari RBT saja setahun sekitar Rp 300 miliar. Tapi, full track itu lebih kecil, sekitar 10-15 persen dari angka itu," kata pria yang juga menjabat Managing Director Warner Music itu.
Dia berharap penutupan situs-situs penyedia konten musik ilegal akan berpengaruh meningkatkan angka penjualan konten musik legal, apalagi di Tanah Air sudah cukup banyak penyedianya, seperti Langit Musik, Guvera, Melon, atau Apple Music.
"Setelah penutupan, saya harap (penjualan digital) setahun bisa lebih dari Rp 1 triliun. Kalau contoh di AS saja, download legal dari iTunes bisa 2 miliar lagu per tahun. Itu nilainya sudah bermiliar-miliar rupiah," ujar Toto.

Kesimpulan:
Maraknya pembajakan musik secara fisik maupun digital membuat kita harus mengkaji ulang strategi dalam masalah ini, Solusi terdekat yang bisa saya sarankan adalah mendigitalisasi musik dengan sarana pembelian musik digital secara legal dengan tingkat keamanan yang ketat sehingga meminimalisir hacker untuk membobol aplikasi musik digital yang legal. Seperti yang sudah dijalankan Perusahaan Apple dengan iTunesnya, Google dengan Google Playnya, Joox, Spotify, Melon, Langit Musik dsb. yang perlu kita tingkatkan adalah keamanan dari aplikasi tersebut. membuat lagu tersebut dapat di nikmati tetapi tidak dapat dicopy sebagai file mentah Mp3